Mencari Jalan VS Membuat Jalan Sendiri

0 komentar

Sebagai seorang constructivist (salah satu aliran dalam ilmu pembelajaran –Learning Theory), saya tidak percaya kepada “mencari jalan.” Sebaliknya, saya mengkonstruksi jalan hidup sendiri. Mungkin Anda pun adalah seorang constructivist, namun selama ini “termakan” mitos bahwa Anda perlu “mencari” jalan.

Mari kita telaah satu per satu beda “mencari” jalan dengan “membuat” alias mengkonstruksi jalan sendiri. Kata “mencari” sendiri mempunyai konotasi bahwa sesuatu yang dicari itu sebenarnya sudah ada, namun karena satu dan lain hal, Anda “kehilangan” nya atau “belum menyadari” keberadaannya, jadinya perlu “dicari.”
Sedangkan, “membuat” jalan sendiri sudah jelas bahwa jalan itu belum ada namun Anda konstruksikan sendiri dengan pasir, semen, aspal dan bahan apa saja yang Anda miliki dengan tujuan dapat menggunakan jalan tersebut untuk mengangkat diri Anda ke atas (apapun tujuan itu). Mengkonstruksikan jalan hidup sendiri tidak lebih sulit daripada “mencari” saja.

Kuncinya mudah saja. Ingatlah bahwa semua itu mudah saja. Jangan sekali-kali Anda mempersulit keadaan dengan perasaan “betapa sulitnya.”

Banyak orang pandai dan super pandai yang saya kenal namun tidak mencapai apa-apa di dalam hidup karena mempunyai perasaan “betapa sulitnya” ini dan itu. Bagi saya pribadi, segalanya gampang. Intinya jika ada hal-hal yang bagi saya “sulit,” alias bakal membawa kesulitan dalam mengkonstruksikan jalan hidup saya, maka saya akan pecahkan dulu “sulit” ini sehingga ini menjadi “mudah.”

Contohnya, ada beberapa teman yang merasa terbentur dalam karirnya karena tidak punya gelar Master, misalnya. Yah, kuncinya ambillah gelar itu. Walaupun “tidak ada waktu,” yang nota bene adalah perasaan saja, jangan sungkan untuk jalan terus. Jangan ragu sedikitpun bahwa waktu akan terus berserta kita. Kalau sudah dijalankan, pasti ada waktu.

“Tidak ada waktu” sekali lagi, hanya suatu ilusi belaka. Dengan good time management, selama di perjalanan bermacet-macet ria pun bisa digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang perlu dipikirkan secara mental. Jika ada sopir, malah Anda bisa mengerjakan hal-hal administratif dengan laptop atau membaca literatur-literatur yang membantu pekerjaan atau kuliah Anda.

Membuat jalan sendiri juga berarti tidak mudah putus asa ketika “kegagalan” yang ada di benak Anda menghantui diri Anda demikian mendalam sehingga tidak berani bergerak. Beberapa tips untuk melepaskan diri dari belenggu “mencari jalan” sehingga Anda bisa leluasa “membuat jalan sendiri.”

Pertama, semua kegagalan Anda terjadi di masa lalu. Masa depan Anda adalah sukses, maka tinggalkan segala macam bentuk ketakutan akan kegagalan, toh itu hanya di masa lalu bukan?

Kedua, semua itu gampang. Americans bilang, “that’s a piece of cake.” Tidak ada yang sulit dalam hidup ini. Hanya pikiran kita sendiri yang membelenggunya sehingga terasa sulit dan berat. Jalankan hidup sebagaimana hidup memerlukan kita dan kita memerlukan hidup. Jangan dibuat-buat dan jangan dipikirkan terus-menerus hingga yang perlu dilakukan malah tidak dilakukan. Ingat juga untuk selalu melihat masa depan yang jauh lebih baik daripada kegagalan-kegagalan di masa lampau.

Ketiga, berani menjadi orang berbeda dalam segala hal. Mungkin tidak banyak orang yang tahu kalau saya (penulis artikel ini) sejak tahun 1990an sudah yakin akan kekuatan Internet sebagai sarana distribusi pendidikan. Sebagai seorang otodidak yang sangat percaya akan kekuatan belajar sendiri, termasuk dengan cara distance learning, Internet is a dream come true for me.

Maka, begitu ada kesempatan, hijrah lah saya ke Silicon Valley yang nota bene adalah pusat bisnis Internet di dunia untuk memulai institusi pendidikan online. Beberapa tahun yang lalu, 90% orang-orang dekat saya mencibirkan bibirnya karena dalam pikiran mereka betapa impossiblenya hal tersebut. Juga, karena online distance learning sangat kedengaran “mustahil” di kepala mereka, mereka menganggap ini adalah hal yang riskan untuk dijalankan.

Namun, dengan kegigihan membuat jalan sendiri lah, maka saya berani bergerak dengan “semangat bak orang gila” saja.

Kita bisa lihat melalui sejarah betapa orang-orang yang memberi sumbangsih kepada dunia kebanyakan adalah orang-orang “setengah gila.” Maka, janganlah Anda runtuh hanya karena 90% orang-orang yang Anda kenal mencibirkan bibirnya dengan jalan yang Anda buat sendiri.

“Menjadi orang setengah gila” adalah suatu privilege (kehormatan), maka perlu diperjuangkan terus. Edison, Einstein, Bill Gates dan Sam Walton mungkin adalah orang-orang yang dianggap “setengah gila” di zamannya. Namun hari ini mereka adalah pahlawan peradaban manusia masa kini. Tanpa mereka, dunia ini akan menjadi begitu monoton dan sepi (juga gelap gulita tanpa lampu pijar).

Bayangkan kalau mereka “menyerah” saat itu, seperti apa sekarang? Mungkin saya dan Anda tidak akan menjadi seperti mereka dalam skalanya, namun dalam hati saya percaya bahwa betapa miniskulnya pun sumbangsih saya bagi peradaban dunia, I’m making the world a bit brighter and a bit better. One breath at a time.

Terserah para skeptis mau bilang apa. Saya ini bangga jadi “orang setengah gila.” Beranikan Anda?

San Francisco Bay Area!

* Jennie S. Bev adalah penerbit independen, penulis, edukator dan konsultan berbasis di Kalifornia Utara. Baca tentang riwayat hidup, blog dan prestasinya di JennieSBev.com.

Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Success = Dream x Work x System - All Rights Reserved