Dalam dunia fotografi, barangkali hanya sedikit yang mengenal Kasijan Cephas. Padahal orang Jawa inilah pelopor sekaligus ahli fotografi pertama dari kalangan bumiputera.
Cephas lahir pada 15 Februari 1844. Ia diangkat anak oleh pasangan Belanda yang tinggal di Yogyakarta. Pada usia 16 tahun, Kasijan (nama aslinya) masuk Kristen Protestan dan dibaptis di Purworejo oleh pendeta Braams. Pendeta inilah yang memberi nama baptis Cephas, diambil dari bahasa Semit kuno, yang sarna artinya dengan Petrus.
Karir pertamanya dimulai dengan menjadi juru foto resmi Istana. Ia mulai membuat foto di atas lempengan kaca sejak 1875 dan sebagian besar menggambarkan keluarga dan suasana keraton Kesultanan Yogyakarta. Pada 1885, Cephas ikut dalam kegiatan dokumentasi peninggalan purbakala yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu-ilmu Purbakala, Geografi, Etnografi, dan Bahasa milik Belanda.
Pada tahun itulah Ijzerman menemukan relief Karmawibhangga yang tersembunyi di Borobuduro Dengan kamera tradisional, Cephas langsung mengabadikan dengan sangat baik dan jelas. Meski masih menggunakan alat-alat yang sederhana, tanpa bidikan kamera Cephas, relief Karmawibhangga yang terletak di sisi tenggara Candi Borobudur tidak akan pernah terekam. Pasalnya, 160 panil Karmawibhangga itu terkubur rapat di dalam tanah karena juga berfungsi sebagai penyangga konstruksi candi.
Cephas meninggal dunia di Yogyakarta di usia 68 tahun dan dimakamkan di pekuburan Kristen. Ketika dipindahkan pada tahun 1963, jejak kuburan Cephas ikut lenyap.