SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX (Sultan Yogyakarta)

0 komentar

"Walaupun saya telah mengenyam pendidikan dari Barat yang sebenamya, namun pertama-tama saya adalah
dan tetap orang Jawa."

Itulah komitmen Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang terkenal dengan konsep demokratis "tahta untuk rakyat". Ia memerintah Kesultanan Yogyakarta dalam peri ode transisi yang sangat berisiko dari era penjajahan Belanda, Jepang, dan Indonesia. Di masa penjajahan Jepang, ia "pasang badan" menghadapi segala risiko untuk menghindarkan rakyatnya dari kewajiban romusha. Dengan cerdik, ia membuat megaproyek selokan Mataram, yang membutuhkan ribuan tenaga kerja. Tentu saja, bagi rakyat Yogya, lebih aman bekerja di kampung sendiri untuk rajanya daripada dikirim ke Birma untuk membangun lapangan terbang bagi pasukan Jepang.

Lahir dengan nama Raden Mas Dorodjatun di Yogyakarta tanggal12 April 1912, Sri Sultan Hamehgku Buwono IX dikenal sebagai sosok yang nasionalis dan patriotik. Beberapa pekan setelah proklamasikan, ia menyatakan bahwa Kesultanan Yogyakarta adalah bagian dari negara Republik Indonesia.

Bahkan saat ibukota negara pindah ke Yogyakarta, ia pun merogoh kocek pribadinya untuk menggaji para pejabat pemerintahan yang ikut pindah. Agresi Militer Belanda II menempatkan Yogyakarta sebagai sasaran utama. Dalam sehari, pasukan Belanda menduduki Istana Presiden dan menawan Soekarno-Hatta. Jenderal Soedirman bersama para pengikutnya meninggalkan kota untuk bergerilya. Namun Sri Sultan Hamengku Buwono IX tetap bertahan. Ia berkata, "Apa pun yang terjadi, saya tidak akan meninggalkan Yogya. Justru bila bahaya memuncak, saya wajib berada di tempat, demi keselamatan keraton dan rakyat." 

Keberadaan Sri Sultan di dalam kota ternyata memudahkan gerilyawan melakukan aktivitasnya. Keraton menjadi tempat yang aman bagi tentara RI yang sedang menyarnar.

Di keraton pula ia rnenggagas ide serangan umum tentara RI untuk rnenduduki Yogyakarta, dan rnenyampaikan gagasan itu kepada Letkol Soeharto. Sri Sultan Harnengku Buwono IX aktif dalarn pemerintahan. Karir di kabinet diawali dengan menjadi Menteri Negara (1946-1949), Menteri Pertahanan Koordinator Keamanan Dalam Negeri (1949), Wakil Perdana Menteri (1950-1951), dan Wakil Presiden (1973-1978). Ia meninggal dunia pada tahun 1988 dalarn usia 76 tahun. Sekitar satu juta orang mengantarnya ke pemakaman Imogiri, sebelah selatan kota Yogyakarta.
Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Success = Dream x Work x System - All Rights Reserved