Howard Schultz dilahirkan pada tahun 1952 di daerah Brooklyn New York. Schultz muda selalu bermimpi utk kelak tidak bekerja menjadi pegawai seperti orang tuanya yang hanya mendapat bayaran rendah dan tidak ada jaminan kesehatan. Semasa muda, Schultz giat bekerja apa saja mulai dari pengantar koran, penjaga kantin, pabrik tenun dan bahkan menguliti kulit binatang untuk perusahan pengrajin kulit. Tapi dia tak pernah berhenti berangan-angan utk merubah nasibnya. Beruntung karena mendapat beasiswa olahraga ia mampu melanjutkan kuliah di Northern Michigan University. Namun ia menyadari kalau dirinya bukanlah pemain football yg handal, maka selepas lulus dari universitas dia memilih bekerja pada perusahaan Xerox yang kala itu sangat terkenal dengan program pelatihan bagi manajer muda.
Semasa bekerja Schultz terbukti sangat berbakat dan piawai dalam hal penjualan dan di usia duapuluhan dia telah mendapat bayaran yang lumayan tinggi di perusahaan alat rumah tangga dari Swedia “Hammarplast”.
Selama bekerja di Hammrplast dia memperhatikan salah satu kliennya, pedagang kopi di Seattle dengan nama Starbuck, yang selalu membeli mesin pembuat kopi (drip coffeemaker) dalam jumlah besar. Dari situlah dia memutuskan untuk melakukan investigasi toko ini pada tahun 1981.
Toko kopi Starbuck sendiri telah berdiri sejak tahun 1971 yang menjual biji kopi baik utuh maupun yg telah digiling halus. Starbuck dapat dibilang awalnya lebih merupakan toko kopi ketimbang sebuah kedai kafe.
Starbuck didirikan oleh tiga serangkai Gerald Baldwin, Zev Siegl dan Gordon Bowker. Bagi Schultz, Starbuck bagaikan cinta pertama , Schultz kagum dengan cara para pemilik Starbuck dalam memilih biji kopi, kemudian memanggangnya serta dedikasi mereka dalam mendidik masyarakat mengenai rahasia para ahli kopi dalam memilih dan menyajikan kopi yang baik. Walaupun hingga tahun 1982 dia tidak memiliki saham Starbuck sama sekali namun dia tetap selalu berusaha meyakinkan pemilik Starbuck selama 12 bulan lebih bahwa dia mampu melakukan suatu kejaiban untuk Starbuck dalam hal pemasaran. Saking kesengsemnya dengan Starbuck, Schulz pun rela meninggalkan pekerjaannya di Manhattan untuk hijrah ke Seattle. Dia menaruh harapan besar pada Starbuck yang kenyataannya berlainan dengan para pendiri Starbuck yang walau sangat mencintai bisnis kopi namun tidak pernah berfikir untuk membesarkannya atau merubahnya. Di lain sisi ”membesarkan dan merubah“ adalah dua hal yang sangat digemari Schultz.
Schultz berencana mencangkok konsep baru Starbuck pada tahun 83 selepas kembali dari kunjungannya ke Italia. Ia sangat terkejut kala menjumpai kenyataan bahwa kedai kopi tersebar dimana-mana dan mereka tidak hanya menjual kopi expresso yang lezat tapi juga menjadi tempat bertemu dan rendevouz yang telah menjadi perekat kehidupan sosial masyarakat Italy maka tidak heran ada lebih dari 200,000 kedai kopi se antero Italy. Schultz benar-benar menyukai suasana romantis dan tentram yang menjadi ciri khas kafe-kafe di Italia.
Belajar dari para pemilik Starbuck, Schultz menangkap pentingnya suatu ritual dalam penyajian kopi seperti memilih dan memanggang biji kopi dengan baik, karena Starbuck tidak semata hanya akan menjadi secangkir kopi namun Everything Matters - segalanya penting yang menjadi motonya hingga kini. Dia menyadari bahwa pelanggan punya banyak alasan kenapa mereka kembali membeli kopi di kafe ini, mulai dari pria tampan yang menjadi pelayan kafe, musik yang diputar hingga sampai masalah kenyamanan yang membuktikan bahwa mereka datang bukan hanya semata karena kecanduan kafein. Dari sanalah dia menyadari kalau selama ini Starbuck telah “missed the point“.
Schultz berpendapat bahwa Amerika telah siap dengan konsep kafe baru seperti ini dan dia sudah sangat gatal tuk merancang ulang toko-toko Starbuck yang ada. Namun sayang pada kenyataannya hal ini tidaklah dapat diwujudkan dengan cepat karena bos-nya baru saja menghabiskan uang perusahaan untuk membeli beberapa toko kopi lagi yang membuat mereka tidak lagi memiliki dana untuk mempercantik kafe-kafe dan hal ini harus membuat Schults bersabar sementara semua ide-idenya terus menari di kepalanya. Pemilik Starbuck sepertinya lebih menginginkan kalau Starbuck tetap menjadi toko penjual kopi dan bukan menjadi kafe yang menyediakan kopi. Saking frustasinya ia memutuskan untuk hengkang dari Starbuck.
Lalu dia mengumpulkan dana dari berbagai investor senilai 3.8 juta dollar dan meluncurkan jaringan kedai kopi Il Giornale pada tahun 1987, dan di tahun yg sama disaat Il Giornale mulai melesat, pemilik Starbuck memutuskan untuk menjual bisnisnya. Schultz melihat ini sebagai suatu kesempatan untuk bergabung kembali dengan Starbuck yg dicintainya, ia kemudian maju dan menggelontorkan dana 4 juta dollar untuk mengambil alih Starbuck. Dengan kemampuan menjualnya Schultz kembali berhasil meyakinkan sejumlah investor. Walau dengan taleenta bicaranya yang dahsyat dari sejumlah pendekatan yg dia lakukan tetap hanya sebagian saja yang berhasil membuat orang berinvestasi untuknya. Mereka yg melakukan investasi ke Starbuck lah kelak akan menjadi bagian dari bisnis yg paling menguntungkan di era 90-an.
Akhirnya Schultz berhasil mewujudkan impiannya menjadi kapten kapal Starbuck, dan dia segera menyiapkan bagaimana merubah bisnis Starbuck menjadi bisnis yang dahsyat. Dia tetap mempertahankan talenta para pekerja Starbuck dalam memilih dan menyajikan kopi yg hebat, mulai dari pemanggangan biji kopi, kepresisian komposisi dan tentu kekompakan tim tetapi dia juga menambahkan tenaga ahli campuran dengan meng-hire para eksekutif kaliber tinggi jebolan dari Wendy dan Taco bell. Ia menginginkan orang2 yang tepat sebelum dia membutuhkannya kelak.
Terbukti tim eksekutif dibawahnya mampu membantunya merealisasikan ambisinya untuk membangun Starbuck. Dalam jangka waktu 4 tahun saja omset bisnisnya berkembang dari 4 juta dolar menjadi 273 juta dolar tepat pada saat untuk pertama kali nya ia melepas saham Starbuck di Nasdaq pada tahun 1992.
Harga saham telah meningkat sebesar 3,000 persen. Dari tahun 1987 ke tahun 1997 Starbuck outlet telah berkembang dari 6 gerai menjadi 1,300 gerai. Saat ini telah ada 8,500 gerai Starbuck ttersebar diseluruh dunia dan angka penjualanyan pada tahun 2003 telah melampaui 5.3 miliar dolar.
Starbuck telah menjadi perusahan yang menguntungkandan bisa dikatakan bebas hutang dan telah menjadi bisnis ritel tersibuk di seluruh dunia dengan 25 juta pelanggan setiap minggu dan 74,000 pegawai. Angka kunjungan rutin seorang pelanggan ke Starbuck sendiri sangatlah fenomenal 216 kali pertahun.
Schultz sekarang telah menjadi model CEO sukses karena berhasil menata sumberdaya manusia yg progressive, kebijakan akan kepedulian lingkungan, membayar supplier dengan baik, menwarkan program kesehatan pada karyawannya bahkan untuk pegawai kontrak sekalipun, pembagian jatah saham dan menyediakan kulitas training yang sangat baik bagi karyawannya. Inilah yang menumbukhan loyalitas para karyawannya untuk tetap bekerja di Starbuck.
Ciri khas kedai Starbuck seperti kedai yg berwarna warni, ceria danmenyenangkan, memutar musik Kenny G dan kopi yag tidak terlalu keras ternyata sangatlah mengena bagi konsumen di Amerika. Di kala kedai-kedai lain mulai menjadi sangat tardisionil, Schultz sekonyong-konyong memperrkenalkan racikan baru seperti kopi dengan susu non fat, frappes (es serut), dan berbagai variasi minuman kopi lainnya yang diyakini akan menghasilkan keuntungan yg sangat besar.
Rahasia mereka mampu melakukannya gebrakan-gebrakan itu juga karena didukung oleh divisi real estate Starbuck yang dengan gesitnya selalu berhasil memblok sejumlah tempat strategis di mal-mal atau di tempat keramaian yang mau ngga mau memaksa pesaingnya keluar dari arena persaingan. Starbuck sangat menyukai untuk memadukan area sekitar dengan gerainya. Hal ini sering terlihat mencolok tetapi terbukti sangatlah efektif dalam menendang pesaing yang membuat orang harus mau ngga mau membeli kopinya hanya di Starbuck. Kemudian juga Schultz memperkenalkan kartu kredit, CD musik dan suvenir ala Starbuck.
“Ritel adalah bisnis yg detil“ ujarnya. Setelah lebih dari 20 tahun pertumbuhan yang selalu mencapai dua digit bahkan di tahun 92 saqmpai mencapai 30%, Starbuck mulai melebarkan sayapnya ke seluruh penjuru dunia dalam rangka mempertahankan laju pertumbuhannya, dan juga untuk mengurangi resiko dan beban biaya. Kini Starbuck telah merambah ke berbagai bisnis franchising dimana dahulu franchising merupakan hal selalu di hindari Schultz. Sekarang sepertiga dari gerai Starbuck di luar Amerika Serikat dimiliki perusahaan-perusahaan individu dan membayar 20 % royalti kepadanya.
Saat ini Starbuck telah meiliki cabang di 34 negara. Salah satu tantangan terberat perusahaan ini adalah persepsi tentang cita rasa kopi Starbuck sendiri. Ketika Starbuck berdiri tahun 70-an, pesaing yg ada hanya segelintir bukan dari mesin espresso otomatis namun kenyataannya tetap saja Starbuck mampu mebuktikan berhasil menjadi merk kopi yg paling dikenal di bumi.
Sementara dalam perjalanannya Starbuck di Amerika dimulai dengan tidak banyaknya pesaing, lain dengan di Eropa dimana terjadi persaingan ketat bagi retailer khususnya kafe-kafe. Bedanya, kalau di Amerika dan orang-orang masih sibuk mencari gaya hidup yg berkelas, orang-orang Eropa telah memiliki tradisi masa lalu yang kuat akan cita rasa makanan dan tradisi minum kopi.
Schultz yg telah mengundurkan diri sebagai pada tahun 2000, sekarang ia menjadi Chairman dan Chief of Global Strategy yang membuatnya lebih fokus dalam strategi mengembangkan bisnis ini, baginya Starbuck barulah mulai. Dia sangat yakin akan masa depan Starbuck dengan alasan bahwa Starbuck hingga kini hanya mengambil secuil porsi kecil sekitar 6% dari total konsumsi kopi di Amerika, maka ia membiarkan perusahaan ini terus tumbuh. Dia telah merancang target untuk mebuat lebih dari 30,000 gerai kafe Starbuck di seluruh dunia dengan laju ada 4 kedai baru yang dibuka setiap harinya. Dia telah membuka 8,500 kedai sejauh ini dan ia selau optimis berkata bahwa “ Kita membagun suatu merk bukan trend mode sesaat“.
Ada 4 rahasia sukses Howard Schultz :
1. Jangan pernah merasa terancam dnegan orang sekitar yang lebih pintar dari diri kita sendiri
2. Kompromi-lah dalam berbagai hal kecuali nilai-nilai utama perusahaan
3. Selalu berusaha mengembangkan/memperbarui diri kita sendiri walaupun (dalam istilahnya dalam baseball baru saja melakukan “home run“
4. Everything matters – segalanya penting.
sumber: "Great Enterpreneur" www.myprimetime.com/ge/schultzbio