Inilah yang saya rasakan, entah Anda setuju atau tidak. Rejeki terduga itu letaknya ada di pikiran, di otak kita. Namun rejeki tak terduga letaknya ada di hati.
Rejeki tak terduga == Hati
Rejeki terduga == Pikiran
Nah banyak orang Indonesia salah mengartikan tentang ini. Orang Indonesia yang tidak sukses yang hidupnya gitu-gitu aja sering membuat pembenaran bahwa rejeki itu sudah ada yang ngatur sehingga dia tidak perlu bersusah payah bekerja/berusaha. Padahal rejeki itu dibagi menjadi 3 :
1. Rejeki yang sudah pasti untuk hamba-Nya
2. Rejeki yang masih mengambang
3. Rejeki yang perlu diusahakan
Masalahnya kita tidak tahu berapa besarnya porsi-porsi dari ketiga rejeki itu. Namun banyak orang yang mengira bahwa rejeki automatically diberikan oleh-Nya tanpa berusaha. Memang ada yang seperti itu, tapi mana kita tahu bahwa itu akan terjadi pada kita. Manusia tidak tahu seberapa besar porsi rejeki nomer 1,2 ataupun 3. Maka kitalah yang mengubah nasib kita sendiri, Dialah yang menentukan.
Adapun yang terjadi sebaliknya khususnya di Barat. Orang terlalu memakai pikirannya untuk mencari rejeki namun mereka lupa akan kekuatan hati. Banyak orang di Barat tidak mempercayai kekuatan rejeki tak terduga. Padahal sering rejeki tak terduga ini jumlahnya berkali-kali lipat dibanding rejeki terduga. Secara kualitas dan kuantitas, rejeki tak terduga seringkali menang jika dibandingkan dengan rejeki terduga.
Namun, hukum alam adalah hukum keseimbangan. Semua diupayakan untuk berjalan harmoni. Antara hati dan pikiran. Antara rejeki tak terduga dan terduga. Disinilah letak konsep logika hati, mengharmonikan hal-hal tersebut. Anda tahu perkataan bijak 9 dari 10 pintu rejeki ada pada perniagaan? Pernyataan yang indah. 9 dari 10 pintu, lalu apa kuncinya? Ada 3 kunci disana yang letaknya pada hati. Kunci-kunci inilah yang akan menyibak tabir rahasia antara manusia dengan Sang pencipta.
Runtutannya kurang lebih seperti ini untuk mengharmonikan keduanya :
Niat (hati) – mencari cara (pikiran) – tindakan (harmonisasi) – pasrah (hati) – hasil – syukur (hati)
Dalam runtutannya, hati mempunyai peran lebih dibanding pikiran. Berawal dari hati (niat), berakhir pun dengan hati (syukur).
Kesalahan banyak orang adalah meletakkan niat dan pasrah terlalu dekat. Niat nomer 1, kemudian langsung dilanjutkan dengan pasrah. Belum...belum saatnya untuk kita pasrah setelah niat. Ibarat lampu lalu lintas, niat yang baik apabila kita meminta pengiriman signal lampu hijau atau merah pada-Nya, maka akan ditunjukkan jalannya. Jika hijau, jalannya akan dibuka. Kita boleh jalan. Justru jangan berhenti karena akan menyebabkan kemacetan. Jika merah, jalannya akan ditutup. Berhenti, jika perlu mundur. Ambil jalan lain. Temukan persimpangan lain dan lihat lampu warna apa yang menyala disana. Langgarlah lampu merah maka segalanya akan menjadi kacau.
Ada yang lucu lagi, sudah diberi lampu hijau namun dia tetap berhenti. Tidak mau jalan. Sampai di persimpangan lampu berikutnya, diberi warna hijau lagi. Sayangnya, lagi-lagi dia tidak mengerti kalau lampunya hijau. Dia terlalu takut untuk berjalan. Makanya, hijau atau merah...bagi dia semuanya merah jika ia takut.
Rejeki tak terduga == Hati
Rejeki terduga == Pikiran
Nah banyak orang Indonesia salah mengartikan tentang ini. Orang Indonesia yang tidak sukses yang hidupnya gitu-gitu aja sering membuat pembenaran bahwa rejeki itu sudah ada yang ngatur sehingga dia tidak perlu bersusah payah bekerja/berusaha. Padahal rejeki itu dibagi menjadi 3 :
1. Rejeki yang sudah pasti untuk hamba-Nya
2. Rejeki yang masih mengambang
3. Rejeki yang perlu diusahakan
Masalahnya kita tidak tahu berapa besarnya porsi-porsi dari ketiga rejeki itu. Namun banyak orang yang mengira bahwa rejeki automatically diberikan oleh-Nya tanpa berusaha. Memang ada yang seperti itu, tapi mana kita tahu bahwa itu akan terjadi pada kita. Manusia tidak tahu seberapa besar porsi rejeki nomer 1,2 ataupun 3. Maka kitalah yang mengubah nasib kita sendiri, Dialah yang menentukan.
Adapun yang terjadi sebaliknya khususnya di Barat. Orang terlalu memakai pikirannya untuk mencari rejeki namun mereka lupa akan kekuatan hati. Banyak orang di Barat tidak mempercayai kekuatan rejeki tak terduga. Padahal sering rejeki tak terduga ini jumlahnya berkali-kali lipat dibanding rejeki terduga. Secara kualitas dan kuantitas, rejeki tak terduga seringkali menang jika dibandingkan dengan rejeki terduga.
Namun, hukum alam adalah hukum keseimbangan. Semua diupayakan untuk berjalan harmoni. Antara hati dan pikiran. Antara rejeki tak terduga dan terduga. Disinilah letak konsep logika hati, mengharmonikan hal-hal tersebut. Anda tahu perkataan bijak 9 dari 10 pintu rejeki ada pada perniagaan? Pernyataan yang indah. 9 dari 10 pintu, lalu apa kuncinya? Ada 3 kunci disana yang letaknya pada hati. Kunci-kunci inilah yang akan menyibak tabir rahasia antara manusia dengan Sang pencipta.
Runtutannya kurang lebih seperti ini untuk mengharmonikan keduanya :
Niat (hati) – mencari cara (pikiran) – tindakan (harmonisasi) – pasrah (hati) – hasil – syukur (hati)
Dalam runtutannya, hati mempunyai peran lebih dibanding pikiran. Berawal dari hati (niat), berakhir pun dengan hati (syukur).
Kesalahan banyak orang adalah meletakkan niat dan pasrah terlalu dekat. Niat nomer 1, kemudian langsung dilanjutkan dengan pasrah. Belum...belum saatnya untuk kita pasrah setelah niat. Ibarat lampu lalu lintas, niat yang baik apabila kita meminta pengiriman signal lampu hijau atau merah pada-Nya, maka akan ditunjukkan jalannya. Jika hijau, jalannya akan dibuka. Kita boleh jalan. Justru jangan berhenti karena akan menyebabkan kemacetan. Jika merah, jalannya akan ditutup. Berhenti, jika perlu mundur. Ambil jalan lain. Temukan persimpangan lain dan lihat lampu warna apa yang menyala disana. Langgarlah lampu merah maka segalanya akan menjadi kacau.
Ada yang lucu lagi, sudah diberi lampu hijau namun dia tetap berhenti. Tidak mau jalan. Sampai di persimpangan lampu berikutnya, diberi warna hijau lagi. Sayangnya, lagi-lagi dia tidak mengerti kalau lampunya hijau. Dia terlalu takut untuk berjalan. Makanya, hijau atau merah...bagi dia semuanya merah jika ia takut.
http://logika-hati.com