"Saya cepat iba. Saya terlalu memperhitungkan kedudukan rakyat kecil yang lemah tanpa pembela. Bagaimana kita mau menegakkan hukum dan keadilan kalau posisinya tidak seimbang?"
Adnan Buyung Nasution merupakan segelintir praktisi hukum yang peduli dengan rakyat kecil. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang diprakarsai Abang, panggilan akrabnya, sebenarnya sudah ia lontC;lrkan pada rezim Soekarno. Tapi, gagasannya ditolak karena dianggap terlalu liberal. Ia malah dirumahkan hingga 1966. Alasannya, ia dituduh antiManipol.
Laki-Iaki kelahiran Jakarta, 20 Juli 1934 ini adalah anak pejuang. Ayahnya ikut bergerilaya pada zaman revolusi. R. Rachmad Nasution adalah wartawan yang pernah memimpin LKBN Antara, direktur Times of Indonesia, dan eks ketua umum SPS (Serikat Pekerja Suratkabar). Saat Agresi Militer Belanda II, 1947, seluruh harta keluarganya dirampok Belanda hingga mereka jatuh melarat. Ibunya, H. Ramlah Dongur Lubis sampai harus berjualan cendol di pasar Kranggan, Yogyakarta. Sejak kecil semangat kebangsa an Nasution sudah tampak. Saat masih SMP ia sudah ikut demonstrasi aksi pelajar menentang pembukaan sekolah NICA di Yogyakarta.
Ia sempat merasakan bangku pendidikan di Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta. Di Bandung, ia hanya setahun kuliah di Jurusan Teknik Sipil ITB. Ia keluar dengan alasan bosan menggambar batu. Di Yogyakarta, Nasution tercatat sebagai mahasiswa Hukum, Ekonomi, dan Sosial Politik, UGM. Ia juga keluar dari UGM. Akhirnya Nasution mantap mempelajari ilmu hukum di Universitas Indonesia. Ia sempat kuliah sambil bekerja sebagai jaksa dan kepala hubungan masyarakat Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Sebagai jaksa ia sudah akrab dan selalu tersentuh dengan para terdakwa" dari masyarakat bawah yang tidak mempunyai pembela. Nasution berhenti menjadi jaksa pada 1968 dan mulai intens dalam misi advokasi terhadap kaum tertindas. Ia mendirikan Adnan Buyung Nasution Associates pada tahun 1969. Dua tahun kemudian, LBH berdiri.
Sikap empati Nasution terhadap rakyat ked I, membuahkan tuduhan subversi. Setelah dipenjara pada era Soekarno dengan tuduhan anti-Manipol, ia juga pernah dipenjara rezim Orde Baru gara-gara peristiwa Malari pada 1974. Izin advokatnya pun dicabut sementara, menyusul tuduhan contempt of court yang dilakukannya saat membela H.R. Dharsono.
Kantornya harus gulung tikar gara-gara kasus ini. Ia kembali aktif di LBH setelah menuntaskan program doktornya di Universitas Utrecht Belanda pada 1992. Tetapi, ia malah II dipecat" Dewan Pengurus YLBHI karena bersikeras menjadi anggota Tim Advokasi Perwira TNI yang sedang diperiksa oleh KPPHAM. Kehidupannya memang penuh liku dan kontroversi.