"Karni berbicara soal bisnis sepanjang waktu bersama keluarga."
Ahmad Bakrie adalah sosok pengusaha pribumi yang bisnisnya tak lekang dimakan zaman. Kesuksesan
Grup Bakrie Brothers menepis mitos mandulnya pengusaha pribumi yang jarang berhasil karena jerih payahnya sendiri. Tokoh di balik perusahaan papan atas ini adalah Achmad Bakrie. Kerja keras menjadi nama tengahnya.
Atuk - panggilan akrab Achmad - lahir di Kalianda, Lampung, pada 11 Juni 1916. Bakat entrepreneurnya sudah terlihat sejak masih kanak-kanak.
Saat umurnya masih 10 tahun, ia berjualan roti untuk mengisi waktu libur. Agaknya kondisi ini juga ia terapkan pada sang anak, Aburizal Bakrie, yang harus berdagang tas karena uang saku yang diberikan Atuk
begitu sedikit. Setamat dari HIS (setingkat sekolah dasar di zaman Belanda), Atuk bekerja sebagai penjaja keliling pada NY Van Gorkom, sebuah perusahaan dagang Belanda (1938). Meski hanya selama
dua tahun di perusahaan ini, ia banyak mendapat pengalaman tentang organisasi modern.
Setahun setelah Atuk menyelesaikan sekolah dagang Hendlesinstituut Schoevers, Tahun 1940, Atuk membuka CV Bakrie Brothers di Telukbetung. Perusahaan yang berdagang karet, lada, dan kopi. Di zaman
pendudukan Jepang, perusahaannya sempat berganti nama menjadi Jasumi Shokai. Dalam perkembangannya, Bakrie Brothers juga merambah industri pabrik pipa baja dan pabrik kawat. Di paruh
akhir dasawarsa 1950-an, Atuk mendirikan pabrik pengolahan karet mentah. Pengusaha otodidak ini
meninggal dunia di Tokyo, 15 Februari 1988.
Aburizal Bakrie adalah anak sulung Atuk yang kemudian meneruskan bisnis Grup Bakrie. Ada satu
kenangan manis yang dialami Aburizal saat ayahnya masih hidup. Ketika tahu Aburizal mengalami kerugian
dalam usahanya, sang ayah malah berkata, "Saya senang kamu gagal. Kau harus tahu arti kegagalan, agar nanti berhasil."
Di bawah kepemimpinan Aburizal, Bakrie & Brothers kini menjadi perusahaan konglomerasi yang bidang usahanya merambah ke berbagai bidang, rnulai perkebunan sampai telekomunikasi.