Raja Gula dan orang terkaya di antara Shanghai dan Australia, demikianlah julukan Oei Tiong Ham pada masa kerajaan bisnisnya. Pemilik perusahaan Oei Tiong Ham Concern di Semarang ini adalah pelaku bisnis terbesar dan terkuat pada zamannya. Perusahaannya juga bisa disebut sebagai perusahaan. multinasional pertama di Indonesia yang merambah ke Eropa dan Amerika Serikat. Asetnya luar biasa. Bayangkan saja .pada 1920-an, tercatat seperempat luas kepulauan Singapura adalah milik Tiong Ham. Total kekayaannya masa itu diperkirakan mencapai 20 juta gulden. Ia juga berani merekrut tenaga profesional Cina lulusan berbagai universitas di Belanda.,Tetapi, Tiong Ham juga lumayan humanis. Dia menyediakan perumahan bagi para pekerjanya. Kepedulian seperti ini bisa dibilang sangat jarang dilakukan oleh para pelaku bisnis pada masa itu.
Cerita Tiong Ham bermula dari migrasi ayahnya, Oei Tjie Sien, dari Cina daratan ke Semarang, pada tahun 1858. Ketika itu Tjie Sien masih berusia 23 tahun. Lahir dari sebuah keluarga terpelajar dan kaya, Tjie Sien meninggalkan tanah leIuhurnya karena pecahnya pemberontakan dan kekacauan di Cina. Oi Semarang, Tjie Sien mulai meletakkan dasar-dasar kejayaan Dinasti Oei. la mendirikan perusahaan Kian Gwan yang berdagang menyan, gambir, dan hasil bumi lainnya, serta mengekspornya ke negara-negara Asia lainnya.
Putra Tjie Sien, Oei Tiong Ham, lahir di Semarang pada 1806 (meninggal 1924). Pada usia 12 tahun Tiong Ham sudah mendapat sebidang tanah yang cukup luas sebagai modal awal. Semasa remaja, Tiong Ham berjanji kepada ibunya bahwa dia akan 50 kali lebih kaya dari ayahnya pada suatu hari kelak. Janji itu menjadi kenyataan. Setelah ayahnya meninggal pada 1900, usaha Tiong Ham berkembang pesat.
Oengan NY Algemeene yang mengelola lima perkebunan dan penggilingan tebu di Jawa; NY Handel Maatschappij Kian Gwan yang bergerak di bidang perdagangan gula internasional; NV Algemeene Maatschappij tot Exploitatie der Oei Tiong Ham Suikerfabrieken di bidang pembuatan gula; NY Midden Java Veem, perusahaan pergudangan regional dan perkapalan regional NY Bank Vereeniging Oei Tiong Ham. Praktis ia mengeruk banyak keuntungan. Pada awaI1930-an, Kian Gwan berkembang menjadi perusahaan dagang umum dengan berbagai cabang di luar negeri. Di antaranya adalah Kian Gwan Western Agency Ltd. di London, Kian Gwan (Malaya) Ltd. di Singapura, dan Kian Gwan Company India Ltd., yang meliputi British India dan Cina dengan kantor di Calcuta, Bombay, Karachi, Shanghai, Hong Kong, dan Amoy.
Sukses besar yang diraih Oei Tiong membuatnya mengalami kenaikan status sosial menjadi tokoh masyarakat yang sangat disegani. Pemerintah Belanda pernah memberinya gelar letnan pada 1885. Satu dekade kemudian, ia dipromosikan menjadi kapten. Dan pada tahun 1901, setelah pensiun dari administrasi
Belanda, ia mendapat gelar "Majoor Tituler".
Tiga tahun kemudian, Oei Tiong Ham tercatat sebagai orang Cina pertama yang diizinkan memotong kuncir rambutnya dan mengenakan pakaian Barat oleh pemerintah Belanda. Oei juga dikenal karena kedermawanannya. Ia banyak menyumbang untuk pend irian sekolah, baik di Indonesia maupun Singapura, tempat ia menghabiskan sebagian hidupnya. Dari sembilan istrinya, Oei dikaruniai 13 anak laki-Iaki dan 13 anak perempuan. Tetapi hanya sembilan anak yang ia tunjuk untuk meneruskan usaha Oei Tiong Ham Concern.
Sisanya diberi bagian saham saja. Oei menunjuk putra kelimanya, Oei Tjong Hauw - dari istri keduanya Ong Mie Hwa Nio - sebagai pemimpin perusahaan di kantor pusat Semarang. Sedangkan delapan anak lainnya mengurus kantor cabang mereka yang tersebar di berbagai negara.
Wafatnya Oei Tjong Hauw pada tahun 1951, menandai kehancuran NV Kian Gwan. Perusahaan yang telah berusia hampir seabad ini banyak terbentur pada berbagai masalah, dari resesi dunia akibat perang sampai perselisihan dengan pemerintah Indonesia karena masalah kewarganegaraan. Maka, keturunan Oei Tiong Ham di berbagai negara sepakat memecah aset dan perusahaan keluarga itu. Lalu, munculah Kian Gwan Thailand, Kian Gwan Singapura, Kian Gwan Belanda, dan sebagainya. Oei Tiong Ham Concern di Indonesia sendiri dipaksa beralih kepernilikan ke tangan pemerintah, melalui program nasionalisasi eli era Orde Lama. Dalam perkembangannya perusahaan itu menjadi VI Rajawali Nusantara Indonesia, yang berstatus BUMN, namun tidak begitu jelas kiprah bisnisnya.