Etika dalam bisnis, yang sering dianalogikan sebagai moral berbisnis adalah hal yang utama untuk seorang Muhammad. Muhammad tidak sekadar menjual produk demi mengeruk keuntungan secara finansial tetapi lebih pada kenyamanan bertransaksi dan pelayanan yang diberikan saat bertransaksi.
Ada sebuah kisah yang mengatakan bahwa Muhammad telah melakukan transaksi dagang dengan menawarkan sebuah kain pelana dan sebuah bejana untuk tempat minum. Muhammad bersabda,
“Siapa yang ingin membeli kain pelana dan bejana air mimum?” Seorang laki-laki menawarnya dengan satu dirham, dan Muhammad menanyakan apakah ada yang hendak menawar dengan harga yang lebih tinggi. Seorang lagi menawar dengan harga dua dirham, dan Muhammad pun menjualnya pada orang
itu.”
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Majah dari Anas).
Nilai yang dapat diambil dari kisah tersebut adalah, Muhammad selalu memberikan kemudahan dalam bertransaksi. Walaupun saat itu Muhammad berada dalam posisi sebagai price maker, saat ia tidak dengan seenaknya menaikkan harga jual dari suatu barang. Dalam menjual Muhammad berpegang teguh pada prinsip-prinsip berdagang yang ia miliki sehingga pada akhirnya dapat membawa keuntungan yang berlipat gAnda sekaligus limpahan kebaikan.
Pertama, penjual tidak boleh mempraktikkan kebohongan dan penipuan mengenai barang-barang yang dijual pada pembeli. Penipuan yang dimaksud disini berkenaan dengan hal-hal seperti pengurangan timbangan, menukar barang yang hendak dibeli dan sumpah palsu. Anjuran ini juga berlaku pada kegiatan promosi. Periklanan yang semakin tidak memiliki kredibilitas telah diingatkan oleh Muhammad sejak abad ke 7.
Kedua, penjual harus menjauhkan diri dari sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu barang. Dalam mengiklankan produk atau jasa tidak dibenarkan untuk melakukan pembodohan dengan cara berdusta. Sebaik apa pun cara yang dipakai, sehalus apa pun bahasa yang digunakan, tetap sumpah yang berlebihan tidak akan membawa kebaikan dalam berdagang.
Ketiga, hanya dengan sebuah kesepakatan bersama, atau dengan suatu usulan dan penerimaan suatu penjualan akan sempurna. Muhammad sangat menghargai hak-hak individu dalam berdagang. Dari pihak pedagang maupun pihak pembeli. Dalam prinsip perdagangan yang digunakan oleh Muhammad, tidak ada satu pihak yang mempunyai keistimewaan yang lebih dari pihak yang lain. Kadang dalam transaksi jual beli ada satu pihak yang merasa dirugikan atau melakukan transaksi dengan sebuah keterpaksaan. Kesepakatan yang terjalin pun hanya ada pada satu pihak. Ketidaksempurnaan ini terjadi karena kedua pihak tidak ada yang mau mengalah.
Mengapa? Karena tidak adanya saling bermurah hati. Sikap murah hati ini tidak hanya berlaku untuk pengusaha tapi juga untuk customer.
Apabila telah terbentuk paradigma bermurah hati, kesempurnaan dalam transaksi pun akan menjadi nyata dan pada akhirnya tidak akan ada keluh kesah yang menjadi buntut dari jalannya sebuah transaksi.
Keempat, penjual harus tegas terhadap timbangan dan takaran.
Kelima, orang yang membayar dimuka suatu barang tidak boleh menjualnya sebelum barang tersebut menjadi miliknya.
Keenam, Muhammad dengan tegas melarang adanya monopoli dagang.
Monopoli dalam hal ini berkenaan dengan penahanan barang komoditi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan di saat barang tidak tersedia di pasar, sehingga mereka dapat menjual dengan harga dengan sewenang-wenang.
Muhammad bersabda, “Pedagang yang mau menjual barangnya dengan spontan akan diberi kemudahan, tetapi penjual yang menimbun barang akan mendapat kesusahan.”
(HR. Ibnu Majah dan Thusiy)
Ketujuh, tidak boleh ada harga komoditi yang melebihi batas.
Ketujuh poin di atas telah dengan jelas mengatur tata cara berdagang yang baik. Muhammad bersabda,
“Apabila dua orang telah melakukan jual beli maka tiap-tiap orang dari keduanya boleh khiyar (memilih meneruskan jual beli atau tidak) selama mereka belum meninggalkan berpisah dan keduanya masih berkumpul, atau salah satu dari keduanya telah memberi khiyar pada yang lain dan keduanya telah melakukan jual beli atas dasar khiyar itu, maka sesungguhnya jual beli itu haruslah dilakukan atas yang demikian”.
(HR. Bukhari).
Jika keduanya telah berpisah sesudah melakukan jual beli, sedang yang satu lagi belum meninggalkan (tempat) jual beli, maka jual beli itu harus berlaku demikian (setelah keduanya melakukan transaksi dan berpisah dari tempat jual-beli, maka tidak boleh ada lagi transaksi yang membatalkan perjanjian awal).
Kemudahan dalam bertransaksi menjadi anjuran Muhammad.
Muhammad bersabda, “Pedagang yang baik adalah pedagang yang mudah dalam membeli dan mudah dalam menjual.”
(HR. Bukhari, dari Jabir Ra.)
Source : Muhammad Marketing
karya :
karya :