Saya tahu, jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, penuh duri, onak, lubang: jalan itu berbatu-batu, berjendal- jendal, licin ... belum dirintis! Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya sudah akan patah di tengah jalan, saya akan mati bahagia. Sebab jalan itu sudah terbuka dan saya turut membantu meneratas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputra.
("Surat Karlini " , Dokumen 7:7-10-1900).
Kartini adalah legenda. Hidupnya memang singkat, namun begitu banyak yang ia perbuat dalam kehidupannya. Dulu pranata dan sistem nilai dalam masya:rakat tidak selunak sekarang. Perempuan sangat terpinggirkan. Jargon perempuan sebagai konco wingking membuat mereka tidak leluasa mengoptimalisasi potensi dirinya. Raden Ajeng Kartini adalah salah satu "korbannya".
Tidak mudah bagi putri bangsawan ini untuk sendirian mendobrak kungkungan adat. Kaum perempuan diciptakan sarna dengan laki-laki, dan hanya berbeda dalam bentuk fisik: Karena itu, Kartini berpendapat bahwa pendidikan tidak perlu menjadi hak istimewa kaurn laki-Iaki, tapi juga hak kaum perernpuan. Kartini adalah putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ia lahir pada tanggal 21 April 1879. Sejak kecil ia ingin menjadi seorang dokter.
Tetapi, ia hanya bisa bersekolah hingga usia 12 tahun. Setelah itu ia dipingit sampai ada lelaki yang mau menyuntingnya. Di tengah masa penantian yang tidak pasti itu, Kartini masih boleh membaca buku-buku baeaan terbitan Belanda yang memperkaya wawasannya. Tapi, rnalah makin banyak pemikiran yang berkeeamuk dalarn dirinya. Ia gelisah memikirkan nasib kaurn perempuan. Ia juga gelisah menyaksikan nasib rakyat kecil.
"Hidup ini patut kita hayati! Bagaimana kita mau menang kalau kita tidak berjuang lebih dulu?
Dan dengan bergulat kita memperoleh kekuatan. Dan dengan tersesat-sesat kita menernukan jejak,"
kata Kartini dalam suratnya kepada Abendanon, Direktur Pengajaran Belanda, yang rnenjadi ternan
dekatnya.
Kartini mulai diteguhkan dan dari balik dinding pingitan, ia rnulai berbuat sesuatu. Kartini membuka sekolah bagi para gadis Jepara. Tetapi cita-cita mulianya sekali lagi harus kandas oleh kekuasaan adat. Sudah ada rene ana lain untuknya, yakni menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat. Padahal beberapa saat menjelang perkawinannya, ia menerima surat dari pemerintah Belanda yang mengabulkan permohonannya bersekolah di Eropa. Beasiswa itu dimintanya untuk diberikan kepada Agus Salim, namun entah mengapa Agus menolaknya.
Usia perkawinan Kartini tak lama. Ia meninggal dunia dalam usia 25 tahun, tak lama setelah melahirkan putra pertamanya, Singgih. Ia dimakamkan di Rembang. Kartini memang sudah lama tiada, tapi jati diri Pahlawan Kemerdekaan Nasional ini akan terus menjadi aspirasi dalam perjuangan perempuan. Kepeloporannya tidak hanya terwujud dalam sekolah khusus perempuan yang menggunakan namanya, tapi juga membersitkan sebuah harapan - Habis Gelap Terbitlah Terang. Nasib kaum perempuan Indonesia masa kini memang telah terang-benderang, dan itulah jasa R.A. Kartini.