Apa yang bisa Anda Lakukan untuk memproteksi risiko-risiko tersebut? Jawabnya ada tiga, yaitu:
1. Miliki asuransi.
2. Miliki dana cadangan.
3. Miliki sumber penghasilan di luar gaji yang kalau bisa didapat secara terusmenerus.
1. Asuransi
Kata asuransi mungkin akan lewat di kepala Anda bila mendengar kata “proteksi”. Ya, kata “proteksi” memang selalu dikaitkan dengan asuransi. Dengan memiliki asuransi, akibat-akibat yang muncul bila terjadi risiko pada keluarga Anda bisa diantisipasi.
Ada tiga jenis jasa asuransi yang umumnya dikenal.
Pertama, Asuransi Jiwa. Dengan asuransi ini, bila terjadi risiko kematian pada diri Anda, perusahaan asuransi akan memberikan sejumlah uang yang biasa disebut Uang Pertanggungan kepada ahli waris Anda. Uang Pertanggungan inilah yang nanti diharapkan bisa dikelola oleh ahli waris Anda. Ada bermacam-macam asuransi jiwa, ada yang konvensional, ada juga yang modern. Untuk mendapatkan produk asuransi jiwa gampang koq. Datang saja ke perusahaan asuransi yang biasanya mempunyai nama diakhiri dengan kata “jiwa” atau “life”. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera misalnya, Manulife, atau Sunlife. Allianz Life juga. Ada pula Prudential.
Kedua, Asuransi Kesehatan. Asuransi kesehatan adalah program asuransi yang memberikan penggantian biaya kesehatan yang sifatnya untuk penyembuhan (sekali lagi, penyembuhan, bukan pemeliharaan). Biaya kesehatan itu terbagi atas:
a. Perawatan, dan
b. Penyembuhan Sakit.
Perawatan, misalnya membeli vitamin atau check up rutin. Penyembuhan sakit contohnya untuk biaya dokter, berobat, operasi, bahkan biaya rumah sakit. Harus kemanakah kita kalau ingin mencari produk asuransi kesehatan? Di Indonesia, produk-produk asuransi kesehatan banyak dijual oleh Perusahaan Asuransi Jiwa, baik sebagai produk utama yang berdiri sendiri atau sebagai produk yang ditempelkan pada Asuransi Jiwa.
Ketiga, Asuransi Kerugian. Asuransi ini biasanya memberikan uang pertanggungan kalau-kalau properti atau barang-barang Anda (seperti rumah atau kendaraan) kena musibah. Contohnya, kebakaran rumah atau kecelakaan kendaraan di jalan raya.
Jadi, dengan membeli produk asuransi kerugian, Anda sebetulnya sudah melakukan proteksi untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu pada rumah Anda, misalnya.
Kalau terjadi kebakaran di rumah Anda, sebetulnya Anda mengalami kerugian sebesar nilai bangunan dan isinya. Mengapa “tanah” tidak dihitung? Oleh karena, tanah kan nggak kena risiko fatal. Kalaupun terjadi, paling banter tanah itu toh jadi empang.
Jadi, kalau Anda ingin mengasuransikan rumah dan isinya, sebetulnya yang diasuransikan itu adalah bangunan dan isinya.
2. Dana cadangan
Sebagai seorang karyawan, apakah Anda terus-menerus tidak pernah memiliki uang tunai di rekening tabungan Anda?
Kalau jawabannya IYA, then you’re in a dangerous situation.
Suatu hari saya pernah memberikan pelatihan di sebuah perusahaan yang sangat besar. Topiknya menarik: Kiat Mengelola Uang Pesangon. Pesertanya, orang-orang yang ternyata SUDAH di-PHK, tetapi belum menerima uang pesangon.
Ngomong-ngomong tentang pelatihan untuk orang-orang yang di-PHK, kalau Anda kebetulan orang di divisi HRD, saran saya, jangan mengadakan pelatihan atau seminar Mengelola Uang Pesangon setelah peserta mendapatkan uang pesangonnya. Dijamin nggak bakal banyak yang datang. Kalau mau, berikan pelatihan atau seminar tentang pengelolaan uang pesangon sebelum mereka benar-benar menerimanya. Biasanya, lebih banyak yang datang!
Dalam pelatihan Mengelola Uang Pesangon yang saya berikan, saya menemukan banyak sekali peserta yang ternyata tidak pernah bisa memiliki uang cukup di tabungannya. Bukan karena penghasilan mereka tidak besar, tapi masalahnya, tidak banyak di antara mereka yang bisa menyisakan cukup uang di rekening tabungan. Selalu saja habis. Alasannya macam-macam, terlalu banyak pengeluaranlah, harga-harga naiklah, selalu tekorlah, anaknya banyaklah, dan seterusnya.
Nah, ketika PHK itu datang, paniklah mereka. Kenapa? Oleh karena, ketika PHK, gaji mereka akan berhenti. Selama belum bekerja lagi, mereka mau hidup dari mana? Kan nggak ada tabungan? Itulah kenapa ada uang pesangon.
Untuk seorang yang mengalami PHK, perusahaan wajib memberikan uang pesangon. Ada undang-undangnya. Namun, apakah hanya karena ada undangundangnya, perusahaan Anda akan tetap memberikan uang pesangon?
Kenyataannya, uang pesangon itu nggak selalu ada. Kebanyakan kasus itu terjadi di perusahaan yang organisasinya tidak besar-besar amat. Banyak perusahaan yang lingkupnya sangat kekeluargaan, yang jumlah orang di organisasinya mungkin hanya sekitar 15 orang bahkan kurang, sering kali menyelesaikan masalah PHK ini tanpa uang pesangon. Kalaupun ada, mungkin jumlahnya hanya sekitar 2─3 bulan gaji. Alasan tidak adanya (atau kecilnya) uang pesangon ini bermacam-macam. Namun, kebanyakan alasannya seragam: kondisi perusahaan sedang sakit.
“Miliki dana cadangan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran keluarga selama beberapa bulan ke depan kalau-kalau terjadi sesuatu pada sumber penghasilan Anda.”
Jadi, apa yang harus dilakukan? Sederhana sekali: miliki dana cadangan! Guna dana cadangan adalah untuk membayar pengeluaran-pengeluaran Anda selama belum mendapatkan pekerjaan.
Seberapa besar jumlah dana cadangan yang sebaiknya dimiliki? Ya, sebesar pengeluaran keluarga selama beberapa bulan. Anggap saja bila Anda di-PHK, Anda akan hidup dari dana cadangan untuk beberapa bulan sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan kembali. Berapa jumlahnya? Idealnya sih sekitar 3, 6 hingga 12 bulan pengeluaran keluarga Anda.
Jadi, kalau pengeluaran keluarga Anda saat ini Rp.1 juta per bulan, berarti Anda harus mempunyai dana cadangan sebesar Rp. 3, 6 hingga 12 juta. Anggap saja Rp.6 juta. Ini berarti, kalau Anda di-PHK hari ini juga dan tidak mendapatkan uang pesangon, Anda masih mempunyai uang untuk membayar pengeluaran-pengeluaran keluarga selama 6 bulan ke depan walaupun Anda tidak digaji lagi.
Jadi, tunggu apa lagi? Miliki dana cadangan sekarang juga! Jangan sampai Anda harus di-PHK dan tidak mendapatkan uang pesangon, Anda sengsara.
3. Miliki sumber penghasilan di luar gaji yang kalau bisa didapat secara terus-menerus
Sekarang, saya ingin mengajak Anda untuk jujur kepada diri sendiri. Kapan terakhir kali Anda merasa bahwa bekerja sebagai seorang karyawan bisa membuat Anda kaya?
Seperti saya katakan di depan, menjadi karyawan itu bukan jaminan bisa membuat Anda kaya. Sebaliknya, membuka usaha sendiri pun belum tentu bisa membuat Anda kaya. Buktinya, saya sudah puluhan kali melihat bahwa banyak usahawan muda yang penghasilannya sangat besar, tapi ketika akhir bulan, sering kali penghasilan itu habis begitu saja. Kesimpulannya, menjadi usahawan bukan jaminan bisa membuat Anda kaya, dan menjadi karyawan juga bukan berarti bahwa Anda tidak bisa kaya. Anda bisa kaya dari bagaimana Anda mengelola penghasilan yang masuk, seberapa pun besar atau kecilnya penghasilan itu.
Nah, berbicara soal gaji kecil, yang jadi masalah, banyak karyawan yang betul-betul hanya termotivasi karena uang ketika mereka bekerja. Pikiran mereka nggak jauh-jauh amat dari kalimat seperti di bawah ini.
“Hmm …, gaji saya sekarang Rp.2 juta. Kapan ya gaji saya bisa naik jadi Rp.2,5 juta?”
“Bonus saya tahun ini Rp.10 juta. Ah, nggak bener nih. Harusnya bonus saya Rp.17 juta dong. Gimana sih orang HRD? Gak tau orang udah kerja capek-capek, apa?”
“Gaji kamu Rp.3 juta per bulan? Waduh, koq gaji saya jauh di bawah kamu ya? Padahal kan job desc kita hampir sama. Wah, gak adil nih ….”
Komentar saya atas pernyataan-pernyataan seperti itu Cuma satu:
“Jangan pernah bekerja hanya untuk uang ….”
Maksudnya?
Kalau Anda jadi karyawan, uang yang Anda dapat tiap bulan ‘kan “dijatah” orang.
Kalau uang bulanan Anda “dijatah” orang, ya ngapain Anda kerja hanya untuk uang? Kalau Anda mau penghasilan besar dan tidak dijatah, bukalah usaha sendiri; uang masuknya bisa lebih besar. Anda juga bisa menjadi makelar atau agen asuransi sehingga bisa menentukan sendiri uang yang Anda dapatkan.
Berulang-ulang saya katakan bahwa Anda tetap bisa kaya berapa pun penghasilan Anda, termasuk ketika bekerja sebagai karyawan yang penghasilannya dibatasi.
Namun, kalau berharap gaji dengan jumlah besar yang masuk kepada Anda setiap bulannya, mending nggak usah jadi karyawan.
Kesimpulannya? Kalau Anda bekerja, cobalah tidak hanya untuk alasan uang, tapi bekerjalah untuk bisa memiliki teman-teman baru atau mendapatkan keahlian baru. Prinsipnya, cobalah bekerja tidak hanya demi “uang”. Hidup Anda akan membosankan.
Sekali lagi, Anda tetap bisa kaya dengan mengelola gaji. Akan tetapi, mengharapkan gaji besar? No way. Bukannya nggak bisa, tapi ingat, bukan Anda yang menentukan jumlah gaji yang Anda dapatkan.
Apa yang harus Anda lakukan kalau Anda tidak bekerja hanya untuk uang?
Jawabannya: miliki sumber penghasilan lain di luar gaji Anda sekarang. Dengan demikian, kalau Anda mengalami hal buruk dengan gaji Anda, Anda sudah mempunyai back up penghasilan. Kalau perlu, atau kalau bisa, usahakan agar kalaupun Anda di-PHK sekarang, dan setelah beberapa bulan dana cadangan Anda habis selama Anda belum bekerja lagi, Anda toh sudah mempunyai alternatif penghasilan lain.
Sumber penghasilan lain seperti apa yang bisa didapatkan secara terus-menerus?
Pertama, tentu saja bisnis. Oleh karena, pada saat masih bekerja, Anda bisa mencari peluang bisnis yang mungkin dapat dijalankan tanpa mengganggu waktu kerja Anda, seperti investasi di usaha orang lain, membuka warung makan yang dijalankan oleh adik Anda yang pinter masak, atau membuka wartel atau warnet kecil yang dioperasikan sepupu Anda. Memang, untuk awalnya, penghasilan dari sumber itu mungkin nggak besar-besar amat. Akan tetapi, yang penting harapan Anda ‘kan mereka bisa terus-menerus ngasih penghasilan.
Alternatif kedua, kalau Anda menginginkan sumber penghasilan yang bisa memberikan hasil secara terus-menerus, milikilah produk-produk investasi yang bisa memberikan Pendapatan Tetap untuk Anda, seperti deposito yang memberikan pendapatan tetap berupa bunga, atau rumah yang bisa juga memberikan pendapatan tetap berupa uang sewa secara periodik. Fokuskan diri Anda terus-menerus untuk memiliki produk-produk investasi seperti ini sehingga kelak, jumlah pendapatan tetap yang masuk dari investasi ini bisa menyamai pendapatan Anda sekarang. Memang nggak gampang dan nggak mungkin bisa cepat. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun sebelum pendapatan tetap Anda dari investasi ini bisa menyamai penghasilan Anda sekarang.
Ingat, merintis jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Namanya juga sedang membangun sumber passive income, alias income yang didapat tidak mengharuskan kita untuk aktif bekerja. Kalau mempunyai passive income yang bagus, Anda bisa lebih tenang bekerja di tempat sekarang.
Konsentrasi Anda tidak harus terganggu oleh masalah gaji yang dirasa kecil, padahal sebetulnya tidak.
Ingat, tugas perusahaan bukanlah menyejahterakan Anda, tapi memberikan imbalan yang pantas sesuai dengan job desc Anda. Anda hanya perlu mengusahakan untuk memiliki satu sumber penghasilan lagi yang mudahmudahan bisa dijadikan passive income.
Passive income ini awalnya mungkin memang kecil, tapi lama-kelamaan kita harapkan jumlahnya bisa semakin besar dan besar.
Selain itu, dengan memiliki sumber penghasilan lain yang diusahakan bisa menjadi passive income, Anda bisa mengantisipasi risiko hilangnya sumber penghasilan dari pekerjaan Anda sebagai karyawan. Dana cadangan memang bisa mengantisipasi risiko PHK. Akan tetapi, ingat dana cadangan sebetulnya hanya sebuah proteksi untuk jangka pendek kalau Anda di-PHK. Nah, kalau dana cadangan berguna untuk proteksi jangka pendek, sumber penghasilan lain yang terus-menerus akan berguna untuk proteksi jangka panjang. Selain itu, kalau sumber penghasilan Anda banyak, nggak hanya menggantungkan diri dari gajiii melulu, Anda tentu akan dapat merasakan enaknya. Misalnya, jika salah satu sumber penghasilan Anda mati, Anda masih mempunyai cadangan sumber yang lain. Itulah enaknya kalau mempunyai sumber penghasilan yang banyak. Sementara penghasilan di kantor Anda sekarang tetap menjadi sumber utama.