SOEDJATMOKO (Intelektual)

0 komentar

Bahwa makna kehidupanku terlihat sepenuhpenuhnya dengan revolusi Indonesia dan renaisans bangsa
Indonesia dalam segala lapangan kehidupan man usia. Dan sesuai dengan keyakinan ini saya rasa bahwa sudah tiba waktunya bagi saya untuk turut serta sepenuhnya dan secara kreatif di dalam penciptaan susunan dan isi kehidupan baru ini . . . II Roeslan Abdulgani menyebutnya sebagai kiai intelektual dengan pikiran yang luas dan dalam, kritiknya tajam, sopan, tanpa pamrih dan jujur. Goenawan Muhammad memujinya sebagai contoh terbaik.

Sjahrir mengatakannya sebagai pemikir utama bagi pembangunan dunia ketiga. Mantan sekjen Deplu
Australia, Richard Woolcott mengagumi toleransi, pandangannya yang luas, serta kapasitas intelektualnya
yang kuat dan murni.

Ia lahir pada tanggal10 Januari 1922 di Sawahlunto, Sumatera Barat dari pasangan Mohammad Saleh Mangoendiningrat dan RA. Isnadikin. Proses tumbuh kembang Soedjatmoko banyak dipengaruhi watak sang ayah. Meski tergolong priyayi Jawa dan seorang muslim, Saleh Mangoendiningrat lebih condong
kepada Barat, "Bahwa kita harus mencari kebebasan, kebebasan politik, dan pribadi".

Lulus dari HBS, Soedjatmoko masuk ke Gymnassium. Sekolah dengan durasi satu tahun ini didirikan
Belanda sebagai persiapan masuk per guru an tinggi. Soedjatmoko masuk ke sana atas pengaruh ayahnya.
Soedjatmoko lulus dari Gymnasium pada tahun 1940, lalu masuk ke Geneeskundinge Hogeschool (GH)
atau Sekolah Tinggi Kedokteran. Semasa mahasiswa, Koko (panggilan akrabnya) mulai Iebih banyak menyaksikan realitas sosial. Ia berkenalan dengan Soebandrio, yang sering mengajaknya ke pasar Senen untuk melihat apa, cara hidup, masyarakat pinggiran: pelacur, gelandangan, kuli, dan pencoleng. Ia kenaI dengan Soebadio Sastrosatomo ketika aktif di Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI), organisasi pertamanya. Di sini ia mematangkan prinsip hidupnya: humanisme universal.

Ketika tanah air dikuasai Jepang, Soedjatmoko bergabung dengan gerakan bawah tanah yang dikoordininasikan Amir Sjarifuddin. la sempat dipenjara selama empat minggu karena dicurigai bekerjasama
dengan Sekutu. Setelah proklamasi, Soedjatmoko direkrut Sjahrir menjadi pegawai Departemen Penerangan dengan Amir Sjarifuddin sebagai menterinya, sekaIigus membantu administrasi dalam Badan Pekerja KNIP. Lalu Sjahrir menunjuknya sebagai pemimpin redaksi Het Inzicht, majalah berbahasa Belanda milik Republik yang ditujukan sebagai mediator dalam proses komunikasi dengan Belanda. Soedjatmoko juga mendirikan
Siasat bersama Rosihan Anwar, yang terbit perdana tanggal 4 Januari 1947. Sebulan kemudian, ia ditugasi Sjahrir pergi menjalankan tugas sebagai humas RI di PBB. Ia terbang ke AS bersama Sumitro Djojohadikusumo dan Charles Tambu. Berikutnya, Soedjatmoko juga diikutkan dalam delegasi RI dalam
perundingan Roem-Royen hingga Konferensi Meja Bundar. Namun pad a tahun 1963, ia dituduh melakukan
gerakan subversif dan dicap sebagai musuh revolusi, karena keterlibatannya di PSI.

Pasca 1965, Soedjatmoko diberi tugas mengembalikan keanggotaan Indonesia di PBB. Orba juga
memberi tugas kepadanya sebagai Duta Besar Indonesia pertama untuk Amerika Serikat, pada 1968.
Soedjatmoko adalah intelektual Indonesia yang dihormati oleh kalangan internasional. Kalangan intelektual
AS menjulukinya "The Prince of Indonesia Intellectuals". Ia mendapat gelar doktor honoris causa, yakni bidang hukum dari Cedar Crest College, Pennsylvania, 1969, dan bidang humaniora dari Universitas
Yale, Connecticut, 1970. Tahun 1971 Koko menjadi anggota kehormatan American Academy of Arts
and Science. Ia juga mendapat hadiah nobel Asia, Magsaysay Award for International Understanding
(1978). Pada bulan Agustus 1980, Soedjatmoko diangkat menjadi rektor Universitas PBB.
Soedjatmoko meninggal pada Karnis, 21 Desember 1989 dan dikeburnikan di Tanah Kusir.
Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Success = Dream x Work x System - All Rights Reserved