IIMijn Levens taak begins pas, vaarweeI" - "Tugas hidup saya baru mulai, selamat tinggal"
Itulah sisi sepucuk telegram melayang ke tangan Mangoenkoesoemo, kepala sekolah rakyat di Ambarawa, Jawa Tengah. Pengirimnya adalah anak sulung keluarga itu, Tjipto Mangoenkoesoemo, dokter muda yang membuat pemerintah kolonial Belanda pusing karena kegiatan pergerakannya. Mangoenkoesoemo pun maklum, sebentar lagi ia bakal "kehilangan" puteranya itu.
Pada tahun 1912, pemerintah kolonial menganugerahi bintang penghargaan Ridder Orde van Orange Nassau bagi Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, pendiri Indische Partij -organisasi politik pertama di negeri ini. Penghargaan ini diberikan atas jasanya memberantas penyakit pes yang mewabah di daerah Malang. Tjipto memperlakukann penghargaan itu dengan "rasa humor" yang satir: bintang itu tidak ia sematkan di dada, melainkan disimpan di kantong belakang celananya. Alhasil, setiap serdadu Belanda yang melihatnya tidak menghormat kepada Tjipto, melainkan ke arah pantatnya. Tjipto akhirnya mengembalikan bintang penghargaan itu kepada pemerintah f3elanda, setelah permintaannya untuk memberantas pes di daerah Solo ditolak. Penolakan itu semakin membulatkan tekadnya untuk masuk dalam kancah revolusi.
Dilahirkan pada 1886 di Desa Pecangan, Jepara, Jawa Tengah, Tjipto menamatkan studi di School Ter Opleiding van Indische Artsen (Stovia) atau Sekolah Dokter Bumiputra, di Jakarta. Dokter yang akhimya menjadi tokoh nasionalis radikal ini sejak remaja sudah menaruh perhatian terhadap perbaikan nasib bangsanya. Pada usia 21 tahun, dr. Tjipto sudah menulis artikel yang mengkritik kebangsawanan. Artikel yang ia buat itu sering dimuat antara lain di harian De Locomotief, Semarang. Dijuluki "Bapak Kemerdekaan
Indonesia", sikap egalitarianisme Tjipto telah mengilhami seman gat kemerdekaan dalam makna luas. Meski selalu berpakaianJawa, watak Tjipto jauh dari feodalisme. Ia selalu menyuarakan tentang persamaan hak di an tara warganegara.
Darah pemberontak leluhumya yang terlibat dalam Perang Diponegoro menurun ke dalam nadinya. Ia tidak hanya melahirkan tulisan-tulisan garang, tapi juga tekun turun ke desa-desa memberi ceramah dan menggalang pemogokan. Ia tergolong pemimpin pergerakan yang menolak politik kooperatif.
Indische Partij ia dirikan bersama Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat, 1912. Partai politik ini hanya berumur setahun karena pemerintah kolonial tak menghendakinya. Tjipto dan Soewardi dibuang ke Banda dan Bangka, namun mereka memilih untuk menetap di Belanda. Pada tahun 1914, keduanya kembali ke tanah air dan mendirikan Nationaal Indische Partij.
Namanya kini dikenang karena perannya sebagai bapak bangsa. Keberaniannya menentang kaum penjajah dan totalitas perjuangannya banyak mengilhami generasi yang lahir sesudahnya.