Setelah menyelesaikan Sekolah Dokter Jawa di Jakarta, Wahidin Sudirohusodo kerap berkeliling di tanah kelahirannya, Yogyakarta, memberi ceramah tentang cara meningkatkan taraf hidup masyarakat (1906-1907). Hasilnya, didukung sejumlah bangsawan yang terpengaruh ceramahnya, ia mendirikan Studiefonds (Dana Belajar), lembaga donor bagi pemuda-pemuda cerdas yang tidak mempunyai dana untuk melanjutkan studi. Bersama Soetomo, pelajar STOVIA, Wahidin akhirnya mengembangkan Studiefonds ke wilayah politik. Itulah yang menjadi cikal bakal Boedi Oetomo, organisasi pertama yang mengajak bangsa ini berjuang meraih kemerdekaan. Bangkitnya perjuangan kemerdekaan melalui jalur organisasi pergerakan nasional adalah salah satu wujud positif dari politik etis kolonial, 1907.
Wahidin Sudirohusodo lahir di Jawa Tengah, 7 Januari 1857. Meski menentang kolonialisme, secara pribadi, Wahidin memiliki hutang budi terhadap setidaknya seorang Belanda yang baik hati. Setelah tamat dari sekolah desa Ongko Loro (SD tiga tahun), ia terancam putus sekolah. Namun berkat bantuan Frits Kohle, administrator pabrik gula Wonolopo, Sragen, Wahidin bisa melanjutkan ke Lagere School di Yogyakarta. Ketekunanannya membuahkan hasil yang manis. Ia bisa melanjutkan ke Tweede Europese Lagere School (SD untuk keturunan Eropa dan kaum priyayi). Hingga akhirnya berhasil masuk ke Sekolah Dokter Jawa di Batavia (1874).
Sejak awal Wahidin sudah commit terhadap nasib rakyat. Meski sudah mapan dengan bekerja sebagai asisten di Sekolah Dokter Jawa, ia tidak sungkan merogoh koceknya untuk berceramah di berbagai tempat. Untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pengajaran, Wahidin lalu menerbitkan majalah Retno Doemilah pada tahun 1904. Dan untuk melawan kepercayaan masyarakat terhadap dukun dan takhayul, ia melansir majalah Goeroe Desa, yang memberitakan seluk-beluk kesehatan Wahidin Sudirohusodo wafat di Jakarta tanggal 26 Mei 1917. Ia dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional
pada tahun 1973.