Seperti yang kita ketahui bahwa untuk mencapai sukses karier dan atau bisnis, diperlukan banyak perjuangan dan pengorbanan, baik berupa pikiran, perasaan, tenaga, keringat, air mata, bahkan kadang kala darah. Banyak sekali kesulitan dan penderitaan yang harus kita alami dalam upaya meniti karier dan bisnis,
khususnya jika memulai dari nol, dengan kekuatan diri sendiri, bukan hasil warisan atau anugerah.
Sering kali kita harus menanggung beban yang sedemikian berat, yang melelahkan tubuh, jiwa, dan roh kita, serta yang kita tidak tahu harus berbuat apa untuk mengatasinya. Kita tidak bisa mengeluh, karena itu adalah keinginan dan inisiatif kita sendiri.
Belum lagi jika setelah berjuang sekian lama, dan telah berkorban waktu, energi, dan sumber daya sedemikian banyak, hasilnya masih juga jauh dari harapan, kita sepertinya hendak berhenti dan menyerah. SAYA LELAAAAAHH!!! SAYA TIDAK TAHU LAGI HARUS BERBUAT APA UNTUK SUKSES!!!!! Begitulah kira-kira jeritan kita yang tidak terucapkan, yang hanya bisa kita pendam dalam hati.
Namun setelah kita nyaris menyerah dan hendak keluar dari gelanggang permainan, 'inmr-mari kita mulai berkata-kata, memberikan semangat kepada diri kita yang sudah 'babak-belur' didera kesulitan hidup, "NEVER GIVE-UP/ Penderitaan dan kesusahan yang kita alami hanyalah persoalan biasa, yang tidak melampaui batas kekuatan kita. Lihatlah, sampai hart ini kita masih hidup. Sekalipun kita jatuh berkali-kali, namun kita tetap masih hidup; dan di mana masih ada hidup, di situ masih ada harapan. AYO BANGKIT!
BANGKIT! BERJUANGLAH KEMBALI!"
Dan karena penyemangatan 'inner-man , kita bangkit dan mencoba kembali, berjuang untuk meraih cita-cita kita yaitu kesuksesan. Namun ketika 'nasib' menjegal perjalanan hidup kita lagi, bahkan dengan problema yang lebih besar apakah kita dipecat karena perusahaan melakukan downsizing, atau perusahaan kita
bangkrut kita menjadi frustrasi lagi, dan kembali dirundung kesedihan serta perasaan putus asa. Kita berteriak kepada diri kita sendiri, "SAYA BERHENTI! TIDAK ADA GUNANYA MENCOBA
LAGI! ENOUGH IS ENOUGH!!"
Karena rasa kecewa dan ketegangan yang sedemikian besar, seluruh tubuh terasa sakit dan ngilu, serta tidak lagi bisa berpikir jernih, bahkan emosi menjadi labil. Rasanya ingin memilih mati saja daripada hidup dalam kegagalan dan kesulitan yang bertubi-tubi. Dan di saat kritis seperti itu, 'inner-man kita kembali menasihati, "Sekali lagi, NEVER GIVE UP! BE A MAN! Bersiap-siaplah, setelah malam yang paling gelap, fajar akan segera menyingsing! Lihat, kemenangan kita telah di depan mata. BANGKIT DAN CAPAILAH GARIS FINISH!"
Akhirnya, sekali lagi kita mengerahkan kekuatan yang tersisa untuk bangkit dari kegagalan dan kekalahan, dan melangkah maju, untuk mencapai kesuksesan yang kita idam-idamkan. Begitulah kira-kira pergumulan hidup yang akan dialami oleh orang-orang yang berjuang untuk sukses dalam karier maupun bisnis. Banyak sekali pengalaman sisi gelap dan menggiriskan hati sebelum mencapai sukses, yang hampir tidak pernah disaksikan dalam autobiografi orang sukses.
Saya memberitahukan realita itu bukan untuk membuat anda takut, namun sebagai pembekalan agar anda siap dan antisipatif untuk menghadapinya. Karena saya paham betul bahwa tidak ada sukses yang mudah dan murah. Anda memerlukan STRATEGI SUKSES ini bukan hanya untuk diri anda sendiri, melainkan juga untuk 'inner-man anda, yaitu pikiran bawah sadar anda, yang turut menyimak ketika pikiran sadar anda mempelajari dan mempercayai semua kiat sukses dan sikap mental positif; sehingga ketika pikiran sadar anda melemah karena tekanan beban hidup, maka pikiran bawah sadar anda akan mengambil alih kemudi dengan memberikan semangat dan terobosan gagasan yang memberi anda kekuatan baru.
Pertanyaan saya, jika untuk mencapai sukses diperlukan sedemikian banyak energi, sumber daya, dan pengorbanan, mengapakah kita harus menargetkan kesuksesan? Bukankah lebih baik menikmati hidup apa adanya, dan membiarkan segala sesuatu berlangsung otomatis dan alamiah, agar kita bisa santai dan
tidak 'ngoyo'? Kalau nasib menginginkan kita kaya, ya biarlah terjadi. Jika tidak, ya sudah. Tampaknya menjadi sukses dan kaya bukanlah jaminan akan menjadikan hidup kita bahagia, karena banyak sekali orang yang sukses dan kaya hidupnya tidak bahagia. Sebaliknya, menjadi orang biasa saja, atau bahkan orang
miskin, belum tentu tidak berbahagia; lihatlah banyak 'orang kecil' yang sekalipun miskin namun hidup 'aclem ayem tenterem.
Jadi, mengapa harus repot-repot mempelajari dan menerapkan STRATEGI SUKSES?
Saya tidak menyalahkan penanya jika mengungkapkan hal seperti di atas, karena itu memang bagian dari kenyataan hidup. Kebahagiaan memang bisa dicapai dengan atau tanpa kesuksesan atau kekayaan, karena bahagia itu sikap had, immateriil.
Saya juga menyaksikan kehidupan rakyat jelata yang tampaknya tenang-tenang saja menikmati kehidupannya yang sederhana, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh gejolak kehidupan modern. Mereka tidak merasa aneh apalagi malu terhadap kehidupan mereka yang pas-pasan atau bahkan miskin. Bagi mereka itu hal biasa dan wajar. Mereka miskin, teman mereka miskin, tetangga mereka miskin, saudara-saudara mereka miskin, jadi apa yang perlu diributkan?
Siapa hendak menghina siapa? Dan siapa hendak pamer kepada siapa?
Saya teringat ketika kami masih tinggal di New Zealand.
Sekalipun tidak kaya, namun kami tidak merasa malu atau janggal.
Kami bergaul dengan sesama orang Indonesia maupun 'Kiwi' (New Zealander) tanpa hasrat untuk mengagungkan diri atau merendahkan orang lain, biasa-biasa saja. Kami terbuka membicarakan keadaan pekerjaan maupun kondisi keuangan, sehingga kami saling mengetahui berapa penghasilan mingguan teman-teman kita, berapa biaya hidup kita, berapa harga mobil kita, dan sebagainya.
Menurut saya, mayoritas penduduk New Zealand bukanlah orang kaya, bahkan banyak yang hidup dari tunjangan Pemerintah (income support bagi penganggur atau yang kekurangan finansial), namun rasanya mereka tidak merasa rendah diri, dan tidak merasa stres. Setiap akhir pekan mereka bisa santai mengobrol sambil minum-minum di cafe, atau pergi berlibur ke daerah wisata mengendarai mobil sendiri, atau pergi memancing di Mission Bay, aktivitas hiburan yang murah meriah.
Mengapa demikian? Mengapa hidup terasa nyaman sekalipun jauh dari kesuksesan dan kekayaan?
Jawabannya ialah, karena kondisi lingkungan. Jika kita hidup di lingkungan eksternal yang berisi orang-orang marginal, maka menjadi marginal (secara internal) bukanlah aib, biasa saja. Dan seperti tulisan yang tertera di bis kota Jakarta bahwa, "Sesama bis kota dilarang saling mendahului", maka di antara orang marginal
juga ada kesepakatan tak tertulis yang berbunyi, "Sesama orang kecil dilarang saling mencemburui atau merendahkan." Maka terciptalah 'comfort-zone' yang kemudian menjadi status-quo yang dicintai dan
tidak mau diubah.
Berbeda jika kita terlibat dalam kehidupan di kota besar yang melakukan diskriminasi sosial terhadap orang kaya dan orang miskin, 'orang besar' dan 'orang kecil'; bahwa orang sukses dan kaya dihormati dan diagungkan, sedangkan orang gagal yang miskin direndahkan dan dilecehkan, maka akan timbul kecemburuan sosial. Orang akan berlomba-lomba untuk menjadi kaya, bahkan banyak yang sampai 'at all costs', dengan cara halal maupun haram.
Dan pada saat seseorang membanding-bandingkan keadaan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses dan lebih kaya, maka mulailah timbul hasrat untuk juga ingin menjadi kaya dan sukses.
Untuk apa? Agar egonya terpuaskan. Agar dirinya tidak direndahkan orang. Agar dirinya terhormat dan dipuji-puji orang. Agar dirinya bisa bangga sebagai orang sukses dan kaya!
Pada saat keinginan dan ambisi untuk sukses dan kaya timbul, bahkan berkobar-kobar, barulah keadaan status-quo berubah, dan kita keluar dari 'comfort-zone'.
Harapannya ialah, agar kita mendapatkan taraf dan kualitas kehidupan yang lebih baik dan lebih membanggakan. Risikonya ialah, bahwa kenyamanan hidup kita bisa saja berkurang atau hilang, sampai kelak kita mencapai impian hidup kita. Nah, mengetahui akan latar belakang semua itu, akankah anda tetap hendak menargetkan sukses karier dan bisnis, serta keluar dari zona kenyamanan anda?
Terserah keputusan anda. Narnun jika anda bertanya kepada saya, tentang apakah pilihan saya, maka saya akan menjawab, "Saya pernah gaga/ dan saya pernah sukses. Saya pernah miskin dan saya pernah kaya. Apa pun juga kata orang, saya tidak peduli. Bagi saya, kesuksesan dan kekayaan itu enak, jaub lebih enak dari kegagalan apalagi kemiskinan. Dan berapa pun harganya selama pantas (tidak melanggar norma dan hukum), akan saya bayar lunas!"